DENPASAR – Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan pangan serta menekan angka kemiskinan di daerah, termasuk di Provinsi Bali.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa mandat GTRA di Bali kini semakin mendesak, seiring tingginya tingkat alih fungsi lahan sawah produktif di wilayah tersebut.
“Tugas GTRA ini necessary dan urgent. Kita harus benar-benar mengendalikan alih fungsi lahan sawah,” tegas Menteri Nusron saat memimpin Rapat Koordinasi GTRA Provinsi Bali di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Rabu (26/11/2025).
Menteri Nusron menuturkan, Reforma Agraria tidak hanya berkaitan dengan redistribusi tanah, tetapi juga menjadi instrumen penting dalam percepatan pengentasan kemiskinan dan penurunan ketimpangan ekonomi (rasio gini) melalui pembangunan yang inklusif.
“Tidak ada pengentasan kemiskinan lain kecuali berbasis kepada tanah,” ujarnya.
Pada kesempatan itu, Menteri Nusron mengapresiasi langkah korektif yang ditempuh Pemerintah Provinsi Bali dalam menghadapi masifnya alih fungsi lahan. Data nasional menunjukkan bahwa alih fungsi lahan sawah di Bali masuk kategori tinggi, sehingga diperlukan pengendalian yang tegas untuk memenuhi amanat Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009.
LP2B merupakan lahan sawah yang tidak boleh dialihfungsikan dalam kondisi apa pun, termasuk untuk Proyek Strategis Nasional (PSN). Satu-satunya pengecualian adalah jika terdapat penggantian lahan minimal tiga kali lipat untuk menjaga produktivitas pangan.
Gubernur Bali, I Wayan Koster, dalam laporannya mengakui bahwa alih fungsi lahan produktif di Bali sudah berada pada tingkat yang mengkhawatirkan.
“Alih fungsi lahan produktif sangat tinggi, sekitar 600–700 hektare per tahun. Ini sangat mengkhawatirkan bagi kami di Bali,” ungkapnya.
Sebagai langkah mitigasi, Pemerintah Provinsi Bali telah menyusun peraturan daerah tentang pengendalian alih fungsi lahan produktif. Rancangan perda yang telah dikerjakan sejak enam bulan lalu itu akan segera diajukan ke DPRD. Kebijakan tersebut disiapkan karena surplus beras Bali terus menurun dan dikhawatirkan menimbulkan ancaman ketahanan pangan dalam jangka panjang.
“Kalau ini dibiarkan, mungkin tidak sampai 100 tahun Bali akan menghadapi kesulitan pangan,” ujar Koster.
Pemerintah Provinsi Bali juga berencana menerapkan kebijakan cut-off terhadap alih fungsi lahan produktif. Sebelum perda disahkan, Gubernur Bali akan menerbitkan instruksi kepada kepala daerah untuk menghentikan penerbitan izin hotel, restoran, dan toko modern yang memanfaatkan lahan produktif. Kebijakan ini selaras dengan arahan Menteri Nusron mengenai pengendalian ketat terhadap perubahan fungsi ruang.
Langkah tersebut diharapkan dapat menjadi fondasi ketahanan pangan, perlindungan tata ruang, dan keberlanjutan pembangunan Bali hingga 100 tahun ke depan. (*)























