BALI – Reforma Agraria dijalankan tidak hanya melalui penataan aset berupa sertipikasi tanah, tetapi juga secara berkelanjutan hingga pada pemberdayaan tanah masyarakat atau penataan akses.
Program ini menjadi upaya Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam memastikan keamanan tanah masyarakat sekaligus meningkatkan nilai ekonomi atas tanah yang dimiliki.
Desa Asahduren di Kabupaten Jembrana, Bali, merupakan salah satu desa adat yang mengalami perubahan signifikan sejak tersentuh program Reforma Agraria. Dimulai dengan diperolehnya Hak Pengelolaan (HPL) pada akhir September 2024, tanah di Asahduren kini mendapat dukungan pengelolaan yang berkelanjutan. Masyarakat setempat dibina dalam pengembangan produksi hasil tanah, sekaligus difasilitasi akses kepada pihak-pihak yang dibutuhkan, termasuk koordinasi dengan off-taker.
Ketua Adat Desa Asahduren, I Kadek Suentra, menyampaikan rasa syukurnya atas kerja sama pemberdayaan tanah adat yang terjalin dengan berbagai pihak. Menurutnya, keberhasilan ini tidak terlepas dari peran Kementerian ATR/BPN yang telah mengawal proses mulai dari sertipikasi tanah ulayat hingga menghubungkan masyarakat dengan off-taker, dalam hal ini PT Nusantara Segar Abadi (NSA).
“Itulah fungsi dari Sertipikat HPL tanah adat ini, sehingga investor yang ingin bekerja sama atau menanamkan modal tidak lagi memiliki keraguan. Terima kasih, berkat fasilitasi dari Kementerian ATR/BPN akhirnya tanah kami bisa berkembang seperti sekarang,” ujar I Kadek Suentra.
Kini, tanah adat tersebut tampak rimbun dengan pohon pisang cavendish yang menjulang dengan rata-rata ketinggian sekitar 3 meter, disertai batang pohon yang kokoh dan berisi.
I Kadek Suentra menyebutkan bahwa saat ini pihaknya telah mempekerjakan sejumlah petani atau pekebun untuk menggarap lahan pisang cavendish tersebut.
“Yang jelas, lima warga kami sudah kami pekerjakan untuk mengelola lahan pisang cavendish ini. Dari yang sebelumnya belum memiliki pekerjaan, kini mereka sudah memiliki pekerjaan tetap dengan upah harian yang pasti. Upah harian yang kami bayarkan sebesar Rp110.000 per pekerja per hari. Kalau dulu, sebelum ada pisang cavendish ini, biaya panen saja hampir menghabiskan seluruh modal,” ungkap I Kadek Suentra.
Salah satu varietas pisang terpopuler di dunia ini terbukti mampu meningkatkan produktivitas masyarakat setempat. Penanaman pisang cavendish yang sesuai dengan karakteristik tanah Asahduren ini dapat dimulai melalui program Reforma Agraria, berkat kerja sama dengan PT NSA Bali selaku off-taker.
Head of Operations PT NSA, Bagus Dwi Prasaja menjelaskan, bahwa pihaknya baru berani menjalin kerja sama dengan masyarakat Desa Adat Asahduren setelah tanah tersebut resmi memiliki sertipikat. Setelah Reforma Agraria berjalan, PT NSA pun memulai kemitraan dalam penanaman pisang cavendish.
“Waktu itu tanahnya masih berstatus tanah adat, lalu ternyata sudah memiliki Sertipikat HPL, terlebih lagi didampingi oleh Kementerian ATR/BPN. Kalau tidak ada sertipikat, kami tidak berani bermitra,” jelas Bagus.
Potensi desa terus digali dan dikelola secara optimal. Skema kerja sama antara Desa Adat Asahduren dan PT NSA meliputi penyediaan bibit pisang cavendish hingga pendampingan selama masa tanam, masa panen, sampai proses pengemasan hasil panen.
“Dalam proses budidaya, kami memiliki supervisor yang rutin melakukan kunjungan, misalnya untuk leaves disease control, yaitu pengendalian penyakit daun melalui penyemprotan. Karena jika daun pisang terjaga, maka kualitas buahnya juga akan terjaga,” ujar Bagus Dwi Prasaja.
Tanah adat Desa Asahduren yang menjadi lokasi penanaman pisang cavendish ini memiliki luas sekitar 9.800 meter persegi, dengan total 1.340 pohon yang telah ditanam. Bagus Dwi Prasaja berharap, masa panen yang dijadwalkan pada Januari 2026 mendatang dapat menghasilkan buah pisang cavendish dengan kualitas dan kuantitas yang optimal.
“Kami berharap kondisi panen nantinya optimal. Apa pun kondisi yang terjadi, kami tetap membeli hasil panen sesuai dengan harga yang telah disepakati dalam perjanjian awal. Dari total populasi tanaman, target panen diharapkan bisa mencapai 30 ton pisang cavendish,” jelas Bagus Dwi Prasaja.
Langkah Kementerian ATR/BPN dalam menghubungkan masyarakat adat dengan off-taker sehingga menjadi lebih produktif dan berdaya inilah yang menjadi tujuan besar dari konsep Reforma Agraria. Tidak hanya mendorong kebermanfaatan tanah secara berkelanjutan, tetapi juga mewujudkan sebesar-besar kemakmuran rakyat. (*)























