DENPASAR – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, membuka rapat koordinasi (rakor) Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Provinsi Bali pada Rabu (26/11/2025).
Dalam kesempatan itu, ia meminta kepala daerah dan anggota GTRA memastikan bahwa penerima Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) benar-benar berasal dari kelompok yang berhak.
“Subjek TORA harus diprioritaskan untuk masyarakat miskin dan mereka yang kehidupannya bergantung pada tanah. Jangan sampai keputusan ini dipengaruhi tekanan atau kepentingan politik,” ujar Menteri Nusron saat memberikan arahan di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali.
Ia menjelaskan bahwa ketentuan mengenai peran pemerintah daerah dalam penetapan subjek TORA telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 62 Tahun 2023. Dalam regulasi tersebut, kepala daerah menjadi Ketua GTRA di tingkat daerah secara ex-officio. Adapun di tingkat pusat, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian bertindak sebagai Ketua GTRA, sementara Menteri ATR/Kepala BPN sebagai Ketua Harian. Dalam struktur tersebut, ATR/BPN memiliki mandat menyediakan dan menetapkan objek TORA, sedangkan penetapan subjek penerima merupakan kewenangan penuh kepala daerah.
Menteri Nusron mengungkapkan bahwa salah satu persoalan yang masih sering muncul dalam pelaksanaan Reforma Agraria adalah ketidaktepatan sasaran penerima TORA. Padahal aturan sudah jelas, penerima harus memenuhi kriteria prioritas, seperti warga yang tinggal di sekitar objek tanah, masyarakat yang menggantungkan mata pencaharian pada tanah (baik petani maupun buruh tani), serta kelompok masyarakat miskin ekstrem yang tercatat dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) kategori desil satu (sangat miskin) dan desil dua (miskin dan rentan).
Namun dalam praktiknya, ia menyoroti adanya intervensi dan tekanan politik lokal yang berpotensi membuat penetapan subjek menyimpang dari aturan.
“Jangan sampai karena tekanan politik, orang yang tidak tinggal di sekitar objek atau bukan petani malah mendapatkan jatah. Apalagi jika yang seharusnya menerima adalah mereka yang masuk desil satu dan dua,” tegasnya.
Dihadapan para bupati, wali kota, dan anggota GTRA se-Bali, Menteri Nusron mengingatkan agar penetapan subjek TORA dilakukan secara cermat dan berintegritas. Ia menekankan agar kepala daerah tidak memasukkan nama-nama yang tidak memenuhi syarat hanya karena kedekatan politik atau imbalan tertentu.
“Mohon diteliti dengan saksama oleh tim, Pak Bupati. Pastikan penerimanya benar-benar tepat dan memberi manfaat,” ujarnya.
Rakor GTRA Provinsi Bali juga diisi dengan penandatanganan Komitmen Bersama Sertipikasi Hak Atas Tanah antara BPN Provinsi Bali dan para kepala daerah sebagai bentuk penguatan komitmen Reforma Agraria. Selain itu, dilakukan pula peluncuran Integrasi NIB-NIK-NOP untuk Kota Denpasar sebagai bagian dari percepatan digitalisasi layanan pertanahan. Kedua prosesi tersebut disaksikan langsung oleh Menteri Nusron.
Agenda kemudian dilanjutkan dengan penyerahan 36 sertipikat hak atas tanah kepada para penerima yang mewakili pemerintah provinsi serta kabupaten/kota se-Bali. Penyerahan dilakukan langsung oleh Menteri Nusron, didampingi Gubernur Bali I Wayan Koster dan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali, I Made Daging. Turut hadir mendampingi Menteri Nusron, Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol, Shamy Ardian. (*)























