PALEMBANG, INDODAILY.CO — Perkara dugaan penipuan dan penggelapan sertifikat tanah dengan terdakwa Evy Lamarya binti Umar kembali disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Rabu (10/12/2025).
Sidang kali ini menghadirkan momen krusial, yakni pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Persidangan yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Idi IL Amin, SH MH, itu langsung memanas ketika JPU M. Fachri Aditya, SH dari Kejaksaan Negeri Palembang memaparkan pertimbangan hukum sebelum menjatuhkan tuntutan.
JPU menyebut, perbuatan terdakwa dinilai tidak terpuji, meresahkan masyarakat, serta menimbulkan kerugian finansial bagi korban. Sementara hal yang meringankan adalah sikap terdakwa yang sopan, kooperatif, dan belum pernah dihukum.
Berdasarkan seluruh fakta persidangan, JPU menyatakan Evy terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Menuntut agar Majelis Hakim menjatuhkan pidana 2 tahun penjara terhadap terdakwa Evy Lamarya binti Umar, dikurangi masa tahanan, dan menetapkan terdakwa tetap ditahan,” tegas JPU Fachri dalam sidang.
Dalam dakwaannya, JPU menguraikan bahwa perkara ini bermula dari proses pemecahan dan balik nama Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 2986/Lorok Pakjo milik saksi Ni Luh Putu Sunadiasih.
Setelah sertifikat tersebut dipecah menjadi enam bagian pada 2017, salah satunya — SHM No. 9375 seluas 172 m² — jatuh ke tangan rekannya, Nazwan Zauhari, yang kemudian menyerahkannya kepada terdakwa.
Dengan bermodal sertifikat itu, Evy diduga melakukan rangkaian tindakan licik, antara lain:Mengajak saksi Karnatun ke kantor Notaris Mulkan Rasuwan, SH M.Kn, mengaku sebagai utusan pemilik sertifikat. Membuat Pengikatan Jual Beli (PJB) pada 25 Februari 2019. Membuat Akta Jual Beli di PPAT Merliansyah, SH M.Kn;Melakukan balik nama sertifikat ke atas namanya;
Menjadikannya jaminan pinjaman Rp200 juta di Bank Sumsel Babel melalui Akta Hak Tanggungan No. 299 Tahun 2019.
Akibat rangkaian manipulasi tersebut, korban Ni Luh Putu Sunadiasih mengalami kerugian mencapai Rp275 juta.
Usai pembacaan tuntutan, Majelis Hakim menunda sidang dan menjadwalkan persidangan berikutnya dengan agenda pembelaan (pleidoi) dari pihak terdakwa.(Hsyah).























