INDODAILY.CO, OKI – Situasi memanas kembali terjadi di Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), setelah pernyataan kontroversial Kepala Desa Bukit Batu, Rumidah, yang didampingi suaminya, Inter, ramai diberitakan sejumlah media lokal.
Dalam pernyataan yang dikutip dari beberapa media lokal yang terbit pada Senin (7/7/2025), Rumidah mengklaim bahwa kondisi warganya tenang tanpa keributan. Ia juga menuding adanya pihak luar yang sengaja memancing emosi warga dengan isu-isu yang menurutnya telah ‘jelas secara hukum’.
“Sebenarnya warga kami tenang, tidak ada yang ribut. Tapi ada pihak-pihak dari luar yang sepertinya sengaja memancing emosi warga, menyebar isu, padahal semuanya sudah jelas dimata hukum,” kata Rumidah, dikutip dari beberapa media lokal.
Namun, pernyataan tersebut memicu polemik baru, terutama dikalangan masyarakat yang merasa suara mereka selama ini dibungkam, serta para jurnalis yang konsisten meliput kondisi lapangan di desa tersebut.
Muhammad Ludfi, wartawan BeritaAndalas, membantah keras klaim Rumidah dan Inter yang dianggapnya menyesatkan publik.
Ludfi yang memegang kartu Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Muda dari UPN Veteran Yogyakarta menegaskan, bahwa pernyataan Rumidah dan Inter hanyalah narasi sepihak yang tidak sesuai dengan kondisi di lapangan.
“Saya turun langsung ke Desa Bukit Batu, mendengar keluhan warga, dan menyaksikan sendiri kondisi disana. Banyak warga yang menyampaikan ketidaktransparanan pengelolaan dana desa, polemik dana plasma yang tidak kunjung jelas, serta kemunduran infrastruktur dalam tiga tahun terakhir,” ujar Ludfi, Rabu (9/7/2025).
Ludfi menegaskan, bahwa dirinya memiliki rekaman suara narasumber, dokumentasi jalan desa yang rusak, hingga fasilitas umum yang mangkrak sebagai bukti lapangan. Dalam proses peliputan, ia juga telah melakukan konfirmasi kepada pihak desa sebagai bentuk profesionalisme kerja jurnalistik.
“Saya bertemu langsung dengan Rumidah di Pasar Jetty, dan saya punya rekamannya. Saat itu, Rumidah malah meminta saya menemui Inter, padahal Inter bukan pejabat publik yang bertanggung jawab atas pengelolaan pemerintahan desa,” ungkap Ludfi.
Menurut Ludfi, Inter hanya menjabat sebagai Ketua Karang Taruna dan Bapak PKK Desa, sehingga tidak memiliki kapasitas untuk memberikan keterangan terkait pengelolaan dana desa dan dana plasma.
“Ada banyak hal yang tidak mereka sampaikan secara terbuka kepada masyarakat. Justru warga merasa takut untuk bersuara,” tambahnya.
Lebih jauh Ludfi mengungkapkan, bahwa pada 13 Juni 2025 dirinya telah mengirimkan permintaan konfirmasi kepada Inter melalui WhatsApp, namun tidak direspons. Barulah pada 15 Juni 2025, pihak pengacara Rumidah dan Inter menghubunginya untuk meminta klarifikasi terkait pemberitaan yang telah terbit di BeritaAndalas.
“Semua jejak digital, screenshot percakapan, dan video saat saya berada di rumah kepala desa maupun ketua koperasi di Jalur 31, saya simpan dengan baik. Ini bukti bahwa saya bekerja secara profesional dan menjunjung tinggi kode etik jurnalistik,” kata Ludfi.
Ludfi juga mengaku mendapat pesan dari Inter yang memintanya membocorkan nama narasumber yang memberikan informasi kepadanya, namun ia dengan tegas menolak karena hal tersebut melanggar prinsip kerja jurnalistik.
“Inter bilang, ‘nanti pertemuan di meja hijau saja, nama saya sudah jelek viral’. Silahkan saja kalau mau dibawa ke meja hijau. Saya siap karena saya bekerja sesuai prosedur,” tegas Ludfi.
Ia menilai, pernyataan sepihak Rumidah dan Inter di media telah merugikan nama baiknya sebagai jurnalis yang bekerja secara profesional dan berlandaskan etika.
“Apa yang mereka sampaikan itu bohong besar. Mereka bilang saya memancing emosi warga dan menyebar isu, padahal saya punya bukti lengkap bahwa saya sudah melakukan konfirmasi berkali-kali,” ujar Ludfi.
Ludfi menegaskan, permintaannya agar Rumidah dan Inter segera meminta maaf secara terbuka atas pernyataan mereka yang telah merugikan reputasinya sebagai jurnalis.
“Sebagai jurnalis, saya hanya menjalankan tugas dan tanggung jawab saya kepada publik dengan menyampaikan informasi yang berimbang dan berbasis fakta lapangan. Jika mereka merasa keberatan, seharusnya mereka menyampaikan klarifikasi secara terbuka, bukan malah memutarbalikkan fakta seolah saya tidak bekerja secara profesional,” tegas Ludfi. (Ag)