JAKARTA – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan komitmen pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional melalui pengendalian alih fungsi lahan pertanian. Sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, target Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) pada 2029 ditetapkan mencapai 87 persen. Target tersebut juga sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo Subianto.
“Posisi kami di Kementerian ATR/BPN adalah memastikan fungsi pengendalian berjalan dengan baik. Jika fungsi manajemen risiko diabaikan, ketahanan pangan nasional bisa terancam. Karena itu, pengendalian alih fungsi lahan pertanian harus dilakukan secara ketat dan konsisten,” tegas Menteri Nusron dalam Rapat Koordinasi Alih Fungsi Lahan di Kementerian Hukum, Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Ia menegaskan, target LP2B sebesar 87 persen bukan sekadar angka, melainkan pijakan strategis untuk menjaga keseimbangan pembangunan sektor pangan, energi, industri, dan perumahan. Dalam RPJMN, peta jalan pencapaian LP2B disusun bertahap, dari 75 persen pada 2025 hingga mencapai 87 persen pada 2029. Target tersebut wajib menjadi acuan seluruh rencana kerja pemerintah pusat dan daerah.
Namun, kondisi eksisting menunjukkan tantangan yang cukup serius. Hingga saat ini, masih terdapat 13 provinsi yang belum mencantumkan LP2B dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sementara di tingkat kabupaten/kota, baru 203 daerah yang memasukkan Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) ke dalam RTRW, dan hanya 64 kabupaten/kota yang memiliki luasan LP2B di atas 87 persen.
Sebagai langkah pengendalian, Kementerian ATR/BPN mengoptimalkan kebijakan Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) sebagai instrumen pencapaian target LP2B. Kebijakan ini dinilai efektif menekan laju alih fungsi lahan. Di Provinsi Jawa Barat, misalnya, sebelum penerapan LSD penyusutan lahan sawah mencapai 49.585 hektare. Setelah kebijakan LSD diberlakukan pada 2021, angka tersebut turun signifikan menjadi 2.585 hektare.
Menteri Nusron juga menegaskan bahwa pemerintah akan mengambil langkah tegas dengan menganggap sementara seluruh Lahan Baku Sawah (LBS) sebagai LP2B di daerah yang belum menetapkan LP2B minimal 87 persen dalam RTRW. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberi ruang bagi pemerintah daerah agar segera melakukan pembenahan tata ruang.
“Tujuan kami bukan mematikan pembangunan. Pertanian harus berjalan, industri berjalan, energi berjalan, dan perumahan juga berjalan. Namun, semuanya harus seimbang agar ketahanan pangan nasional tetap terjaga,” pungkasnya.
Rapat koordinasi tersebut dipimpin Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas. Turut memberikan paparan, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman serta Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman Maruarar Sirait. Menteri Nusron didampingi Direktur Jenderal Tata Ruang Suyus Windayana dan Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Protokol Shamy Ardian. (*)























