Perjalanan Reforma Agraria di Asahduren: Sertipikat Tanah Ulayat Buka Akses Ekonomi Warga Adat

JEMBRANA – Dari Desa Adat Asahduren di Kabupaten Jembrana, Bali, lahir kisah keberhasilan sertipikasi tanah ulayat yang membuka peluang baru bagi pemberdayaan masyarakat adat. Legalitas tanah adat melalui Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) tidak hanya memberi pengakuan dan kepastian hukum, tetapi juga menciptakan kesempatan kerja bagi petani serta mendorong peningkatan ekonomi melalui kehadiran off-taker.

“Inilah fungsi sertipikat yang kami dapatkan dari BPN. Dengan adanya sertipikat ini kami bisa memberdayakan tanah adat kami dan menjalin kerja sama dengan PT NSA (Nusantara Segar Abadi). Tanpa sertipikat, tentu itu sulit dilakukan,” ujar Bendesa Adat Asahduren, I Kadek Suentra, saat ditemui pada Senin (3/11/2025).

Sertipikat yang diterbitkan melalui program Reforma Agraria ini membuka jalan baru bagi peningkatan ekonomi warga. Sebelumnya, mayoritas masyarakat menggantungkan hidup pada pertanian cengkeh.

“Dulu tanah ini ditanami cengkeh, tetapi hasilnya semakin kurang karena pohonnya sudah tua dan perlu peremajaan. Harga cengkeh sekarang juga tidak seperti dulu. Setelah ada sertipikat, terjalin kerja sama dengan PT NSA untuk menanam pisang. Ini menjadi jalan keluar yang baik bagi kami,” lanjut I Kadek Suentra.

Perjuangan mendapatkan kepastian hukum atas tanah adat tidak singkat. Suentra menceritakan bahwa koordinasi dengan BPN Jembrana dimulai pada pertengahan 2024. Kementerian ATR/BPN kemudian turun langsung memastikan tidak ada konflik lahan, melakukan pengukuran, hingga akhirnya sertipikat tanah ulayat diserahkan dalam Konferensi Tanah Ulayat di Bandung, September 2024.

Titik balik kesejahteraan warga Asahduren dimulai ketika sertipikasi tanah diikuti dengan penataan akses. “BPN terus memantau bagaimana pemanfaatan tanah ini untuk masyarakat. Lalu kami meminta bantuan agar tanah adat ini dapat diberdayakan,” kata Suentra.

Permintaan itu mendapat respons cepat dari Direktorat Jenderal Penataan Agraria (Ditjen Pentag). Kasubdit Pengembangan dan Diseminasi Model Akses Reforma Agraria, Windra Pahlevi, menjelaskan bahwa pihaknya kemudian mempertemukan masyarakat Asahduren dengan PT NSA.

“Saya melihat lokasi PT NSA cukup dekat dengan tanah ulayat Asahduren. Pada awal November 2024, kami bersama PT NSA meninjau langsung kondisi fisik lahannya,” ujar Windra.

Untuk memastikan kerja sama berjalan jelas dan saling menguntungkan, Kementerian ATR/BPN mendampingi penyusunan pola bisnis dan payung hukum antara Bendesa Adat Asahduren dan PT NSA.

“Kami pastikan model kerja samanya jelas: mulai dari penanaman, penyediaan bibit, pemeliharaan, pendampingan hingga pemasaran. Dari situ disepakati nota kesepahaman untuk pengelolaan lahan seluas 9.800 m² guna penanaman pisang cavendish,” jelasnya.

Melalui rangkaian program Reforma Agraria, dari sertipikasi tanah ulayat hingga pemberdayaan melalui penataan akses, Kementerian ATR/BPN berupaya mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat Adat Asahduren. Kini, warga menikmati pendapatan lebih stabil dari budidaya pisang cavendish, komoditas yang dinilai paling cocok untuk kondisi tanah perbukitan khas Asahduren. (*)

Pos terkait