Setahun, Menteri Nusron Redistribusi 195.734 Bidang Tanah untuk 39.556 KK

JAKARTA – Genap satu tahun memimpin Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Menteri Nusron Wahid menegaskan arah baru pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia.

Menurutnya, Reforma Agraria kini tidak lagi sekadar dimaknai sebagai program legalisasi aset atau pembagian sertipikat, melainkan sebagai strategi negara untuk pemerataan ekonomi rakyat dan peningkatan nilai tambah tanah.

Dalam kurun waktu Oktober 2024 hingga Oktober 2025, pelaksanaan Reforma Agraria mencatat capaian signifikan. Sebanyak 195.734 bidang tanah telah didistribusikan kepada 39.556 kepala keluarga (KK). Selain itu, dilakukan pemetaan sosial terhadap 9.100 keluarga serta pendampingan usaha bagi 14.900 keluarga penerima manfaat.

“Reforma Agraria bagi kami bukan sekadar sertipikasi tanah. Ini adalah upaya menata ulang struktur penguasaan tanah agar lebih adil, sekaligus menjadikan tanah sebagai motor pemerataan ekonomi rakyat,” ujar Menteri Nusron dalam keterangannya, Ahad (26/10/2025).

Nusron menjelaskan, kebijakan tersebut tidak hanya memberikan kepastian hukum, tetapi juga memastikan tanah berfungsi produktif dan menjadi sumber kesejahteraan bagi rakyat kecil.

“Setiap sertipikat yang kami terbitkan diiringi pendampingan agar tanahnya hidup, dikelola, dan menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi pemiliknya,” ujarnya.

Secara kumulatif, sejak 2020 hingga 2025, pemerintah telah melaksanakan Redistribusi Tanah seluas 879.942 hektare, mencakup 1.641.408 bidang tanah kepada masyarakat yang berhak. Dari jumlah tersebut, 26 Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) telah diselesaikan, mencakup 15.533 bidang tanah atau 5.109 hektare untuk 11.576 KK.

“Redistribusi tanah bukan hanya soal pembagian lahan, tapi tentang mengembalikan rasa keadilan kepada rakyat kecil dan membuka jalan bagi ekonomi yang lebih merata,” tegas Nusron.

Untuk memastikan tanah yang diserahkan benar-benar memberikan manfaat ekonomi, Kementerian ATR/BPN mengembangkan ekosistem pemberdayaan berbasis pola kemitraan tertutup (closed loop) melalui Direktorat Jenderal Penataan Agraria. Model ini mempertemukan petani, koperasi, lembaga keuangan, dan off-taker (pembeli hasil produksi) dalam satu rantai ekonomi yang saling menguatkan. Dengan sistem ini, petani tidak hanya menjual hasil mentah, tetapi juga mampu mengolah dan memasarkan produk bernilai tambah.

“Melalui pola closed loop, kami ingin Reforma Agraria menghasilkan dampak ekonomi nyata, bukan sekadar dokumen sertipikat. Inilah yang kami sebut TORA produktif,” terang Nusron.

Pelaksanaan Reforma Agraria juga diperkuat melalui program Mitra Strategis Reforma Agraria (MSRA), yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga keagamaan, hingga komunitas ekonomi rakyat. Melalui kolaborasi ini, negara berperan sebagai regulator sekaligus fasilitator pemberdayaan masyarakat.

“Kolaborasi ini membuktikan bahwa Reforma Agraria bukan hanya program pemerintah, tetapi gerakan bersama untuk mewujudkan keadilan agraria,” tambahnya.

Menurut Menteri Nusron, capaian Reforma Agraria selama setahun terakhir menjadi fondasi kuat menuju pembangunan ekonomi rakyat yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Ia menegaskan, tanah tidak boleh lagi menjadi sumber sengketa, tetapi harus menjadi instrumen kesejahteraan dan kemandirian.

“Pelaksanaan Reforma Agraria kami jalankan secara utuh, mulai dari kepastian hak atas tanah, penyelesaian konflik, hingga peningkatan nilai ekonomi masyarakat,” tutup Menteri Nusron. (*)

Pos terkait