PALEMBANG, INDODAILY.CO- Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumatera Selatan menghadirkan 14 orang saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan korupsi proyek Revitalisasi Pasar Cinde Palembang di Pengadilan Tipikor Palembang, Senin (15/12/2025).
Salah satu saksi kunci yang dihadirkan adalah mantan Wakil Gubernur Sumatera Selatan, Ishak Mekki. Selain itu, jaksa juga menghadirkan mantan anggota DPRD Sumsel Yulius Nawawi, mantan Sekda Sumsel Mukti Sulaiman, serta eks Kepala BPKAD Sumsel Laoma PL Tobing.
Para saksi memberikan keterangan dalam perkara dengan terdakwa mantan Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan mantan Kepala Dinas PUCK Sumsel Eddi Hermanto.
Di hadapan majelis hakim yang diketuai Fauzi Isra, SH, MH, Ishak Mekki menjelaskan perannya saat proyek pembangunan Pasar Cinde berlangsung. Ia menyebut kala itu menerima surat dari Sekda Sumsel untuk menanggapi permohonan Pemerintah Kota Palembang terkait Raperda Kota Palembang, khususnya mengenai rencana memasukkan aset Pasar Cinde ke dalam PD Pasar Jaya.
“Setelah dimasukkan ke PD Pasar Jaya, saya menerima surat dari Sekda untuk dibalas bahwa Raperda tersebut perlu direvisi karena status asetnya. Tanah milik provinsi, sementara bangunan milik kota,” ujar Ishak Mekki dalam persidangan.
Usai sidang, kuasa hukum Alex Noerdin, Titis Rachmawati, SH, MH, didampingi Redho Junaidi, SH, MH, menegaskan bahwa perkara ini sejatinya berkaitan dengan kebijakan pemerintahan, bukan perbuatan pidana kliennya.
“Memang ada kaitannya dengan kebijakan yang dikeluarkan Pak Alex, tetapi lebih banyak berkaitan dengan peran Pak Ishak Mekki, Pak Mukti Sulaiman, dan Pak Laoma Tobing. Sebagian besar surat ditandatangani oleh BPKAD. Itu yang kami pertanyakan kepada Pak Tobing,” ujar Titis.
Titis juga menyoroti keterangan para saksi yang menyatakan bahwa proses pengadaan proyek telah selesai. Menurutnya, persoalan yang dipermasalahkan jaksa justru terkait kondisi proyek yang mangkrak.
“Mangkraknya proyek disebabkan banyak faktor, mulai dari persoalan cagar budaya, pandemi COVID-19, hingga perubahan kebijakan akibat pergantian rezim. Padahal, surat keputusan sudah ada, hanya pelaksanaannya yang tidak berjalan,” jelasnya.
Terkait kerugian negara, Titis kembali mempertanyakan dasar perhitungan yang digunakan jaksa penuntut umum.
“Kami ingin tahu dari mana perhitungan kerugian negara itu berasal. Klien kami didakwa Pasal 2 dan Pasal 3 seolah-olah ada penyalahgunaan kewenangan. Padahal seluruh proses pengadaan dan kerja sama Bangun Guna Serah (BGS) telah melalui prosedur, termasuk persetujuan DPR dan koordinasi lintas instansi,” tegasnya.
Ia menegaskan bahwa tidak ada penyalahgunaan kewenangan oleh Alex Noerdin karena seluruh delegasi kewenangan dilakukan melalui surat keputusan resmi sebagai kepala daerah.
“Jadi tidak benar jika dikatakan ada penyalahgunaan kewenangan,” pungkas Titis.
Sementara itu, Redho Junaidi menambahkan bahwa seluruh saksi yang dihadirkan menerangkan sejak awal tidak ada informasi bahwa Pasar Cinde terdaftar sebagai cagar budaya.
“Baik di DPR, eksekutif, Sekda Kota Palembang, Sekda Provinsi, hingga Wakil Gubernur saat itu, semuanya menyatakan tidak mengetahui Pasar Cinde masuk register cagar budaya. Bahkan para saksi juga menegaskan proyek ini tidak menggunakan dana APBD,” tandas Redho. (H*)























