Tersangka Penipuan Proyek Miliaran Rupiah Asal Cirebon Masih Diluar Tahanan, Ada Apa?

INDODAILY.CO, CIREBON – Seorang pengusaha asal Cirebon meminta keadilan. Dirinya merasa telah menjadi korban penipuan yang dilakukan temannya sendiri, hingga merugi belasan miliar rupiah.

 

Dugaan penipuan yang dilakukan itu berupa pembiayaan proyek fiktif senilai puluhan miliar rupiah. Empat tahun berlalu, dana pengembalian permodalan itu tak kunjung ada, hingga kemudian, di tahun 2022 ini dia melaporkan pengusaha tersebut ke Mabes Polri. Kasus dugaan penipuan itupun kini mulai masuk persidangan. Namun anehnya, si terduga yang sudah menjadi tersangka, malah masih berada di luar tahanan.

 

Pengusaha Cirebon itu bernama H. Oyo Sunaryo Budiman. Sementara terduga yang kini sudah ditetapkan menjadi tersangka dengan jerat Pasal 378 KUHPidana atau 372 KUHPidana, plus TPPU itu, berinisial BH.

 

“Kasus ini sekarang sudah mulai masuk persidangan. Namun ada keanehan. Dimana saat ditangani Bareskrim Polri, yang bersangkutan, ketika ditetapkan sebagai tersangka, kemudian ditahan dengan status titipan rutan. Kemudian dari Bareskrim dilimpahkan ke Kejati Jabar, masih berstatus titipan tahanan di rutan. Kemudian oleh Kejati Jabar dilimpahkan ke Kejari Kota Bandung, namun statusnya menjadi tahana kota,” ujar Pengacara Korban (H. Oyo), Hetta Mahendrati Latumetan, SH, Spsi, saat gelar jumpa pers di Cirebon, Senin 5 Desember 2022.

 

Keanehan lainnya, kata dia, dari pelimpahan ke Kejari Kota Bandung hingga ke pengadilan, begitu cepat. “Tanggal 28 dilimpahkan ke Kejari Kota Bandung dari Kejati Jabar, tanggal 29 nya sudah masuk ke PN Bandung berkasnya, dan siap disidangkan, dengan status tahanan kota,” lanjut Hetta.

 

Harusnya, kata Hetta, BH (tersangka) menjadi tahanan rutan, karena kasus ini merupakan pidana murni, bukan perdata. Dan jika BH berada di luar tahanan, selain menimbulkan kejanggalan, juga dikuatirkan akan menghilangkan barang bukti, bahkan melarikan diri.

 

“Kenapa masuk pidana murni? Karena di sini ada persekongkolan jahat, dan itikad tidak baik. Yang bersangkutan bahkan beberapa kali melakukan ingkar janji, bahkan mengesampingkan proses mediasi yang beberapa kali diberikan. Sampai empat tahun, yang bersangkutan tidak menunjukan itikad baiknya,” lanjut Hetta.

 

Di tempat yang sama, H. Oyo Sunaryo Budiman, sebagai korban memaparkan kronologi dugaan penipuan itu, hingga dirinya menderita kerugian belasan miliar rupiah. “Berawal saat BH menghubungi saya melalui telepon, menawarkan proyek jalan, kerjasama dengan PT. Waskita Karya yang lokasinya di Palembang, Sumatera Selatan, pada April 2018,” ucap H. Oyo.

 

Saat itu, kata dia, BH mengatakan bahwa pejabat direktur cabang PT Waskita Jaya Palembang adalah menantunya, yang berinisial HNM. “Saat itu BH menjanjikan jika bekerja sama akan enak dan setiap bulan akan menerima keuntungan 6% yang nantinya dibagi dua dengan BH, sehingga saya akan menerima keuntungan 3% ditambah keuntungan bunga bank 1,5% termasuk biaya provisi,” kata H. Oyo.

 

Kemudian, lanjut H. Oyo, dirinya menanyakan apakah ada kontrak dari proyek tersebut? “BH mengatakan kalau kontrak itu ada, dan nanti berkasnya akan dikirim ke Cirebon, ke kantor saya,” lanjut H. Oyo.

 

Selang beberapa hari, kata H. Oyo, berkas kontrak itu dikirimkan ke kantornya. Dalam berkas itu, tertera nilai kontrak sebesar Rp30 miliar lebih. Dan selanjutnya BH menghubunginya lagi via telepon, bilang terkait masalah permodalan untuk proyek tersebut yang nilainya antara Rp18 miliar sampai Rp25 miliar.

 

“Kemudian saya bilang, atas permasalahan permodalan tersebut akan dicoba meminjam ke BRI,” ucap H. Oyo.

 

Setelah diajukan pinjaman ke BRI, kata H. Oyo, pihak bank tak bisa memberikan pinjaman modal sebesar Rp18 miliar sampai Rp25 miliar, karena nilai kontrak Rp30 miliar lebih. “Saya kemudian menghubungi BH, bilang kalau pihak bank tak bisa memberikan pinjaman sebesar itu. Kalaupun bisa, nilai kontraknya harus Rp60 miliar lebih,” kata H. Oyo.

 

Ketika dikatakan hal demikian, lanjut H. Oyo, BH kemudian bilang akan segera melakukan perubahan nilai kontrak, dan selang beberapa hari, dokumen kontrak baru kembali dikirimkan ke kantor H. Oyo, dengan nilai kontrak Rp60 miliar lebih.

 

“Lantas saya kembali ke BRI dan menyerahkan dokumen kontrak itu, hingga keluarlah pinjaman modal kerja sebesar Rp18 miliar sampai Rp25 miliar dengan peminjam atas nama PT. Karya Kita Putra Pertiwi, milik saya,” ujar H. Oyo.

 

Singkat cerita, pinjaman modal di-ACC BRI, sebesar Rp 18.346.000.000. Uang itu kemudian oleh H. Oyo diserahkan kepada BH. Namun sampai akhir pekerjaan selesai (seperti yang tertera pada dokumen kontrak) pada 30 November 2018, BH tidak bisa melunasi pinjaman kepada BRI.

 

“Jangankan memberi keuntungan, untuk membayar pinjaman ke bank aja tidak dilakukan. Akhirnya pihak BRI melakukan konfirmasi ke pihak PT Waskita Karya. Dan setelah ditelusuri, bahwa kontrak tersebut adalah dokumen bodong alias palsu, dan tidak ada arsip dokumen tersebut di PT. Waskita Karya,” kata H. Oyo.

 

Hingga akhirnya, lanjut H. Oyo, dirinya yang harus melunasi utang tersebut, karena saat meminjam menggunakan atas nama perusahaannya.

 

“Sekarang utang itu sudah selesai. Saya bayar dengan bunga yang terus berjalan. Bunganya aja, setiap bulan Rp200 juta. Dan hingga sekarang, tak ada niat baik dari BH. Bahkan beberapa mediasi dia abaikan. Janji akan melunasi, dia ingkari,” kata H. Oyo. (***)

Pos terkait