INDODAILY.CO, PALEMBANG – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Banwaslu) Sumsel, Iin Irwanto menyebut dua pelanggaran tertinggi yang masih dilakukan peserta Pilkada serentak 2024, mendatang. Yakni pola sosialisasi media sosial dan problem Daftar Pemilih Tepat (DPT).
“Kalau dirangking pola kampanye yang melibatkan akses media sosial dan jumlah rinci DPT, mungkin paling banyak laporannya ke kita. Pelanggaran ini kita prediksi masih banyak dilakukan,” ujar Iin saat diwawancarai Indodaily.co, di ruang kerjanya, Senin (8/11/2021).
Dikatakan Iin, bersama KPU pihaknya melakukan antisipasi, seperti tiap paslon wajib melaporkan akun media sosial yg resmi digunakan untuk bersosialisasi.
Iin menjabarkan, bahwa akun inilah yang akan dilihat jika dilaporkan ada dugaan pelanggaran. Namun kenyataan di lapangan justru banyak paslon membuat akun sendiri alias akun gelap tanpa dilaporkan ke pihaknya. Jika sudah seperti itu, tentu saja bukan lagi menjadi wewenang Bawaslu lagi.
“Konflik-konflik seperti ini bahkan akan banyak terjadi, saling lapor paslon satu sama lain. Apalagi akses media sosial saat ini sedang booming sekali. Mungkin bisa jadi bom waktu yang sewaktu-waktu bisa meledak dan berpengaruh pada konsistelansi proses pemilihan,” ungkapnya.
Yang kedua, adalah persoalan DPT. Kondisi carut marut perhitungan DPT memang diakuinya terlihat simpel dan sederhana secara teori, namun pada praktek justru selalu jadi sumber masalah. Makanya, pemerintah terus melakukan updating data melalui sistem NIK pada e-KTP calon pemilih.
Kondisi konflik lainnya adalah keterlibatan para Aparatur Sipil Negara (ASN). Seharusnya, lanjut Iin, para ASN netral, namun karena menyankut pola pekerjaan dan pola kedekatan hubungan satu instansi dengan paslon, banyak ASN yang terang-terangan mendukung bahkan masuk dalam kelompok tim sukses.
Lebih bahayanya lagi, ASN bersangkutan memiliki tanggung jawab tertentu dengan proses kegiatan operasional Pilkada. Selanjutnya adalah politik uang, apapun bentuknya seperti pemberian langsung dalam bentuk uang tunai, voucher, hadiah dan lainnya masih menjadi persoalan.
“Pelanggaran -pelanggaran seperti inilah yang bisa langsung kita sanksi tegas jika ada bukti otentik di lapangan,” katanya.
Makanya untuk mengantisipasi pelanggaran-pelanggaran hingga mengantisipasi terjadi konflik, pihaknya menggelar kegiatan pengkaderan dalam rangka pengawasan, sesuai amanat UU no 7 tahun 2017 dan juga UU no 10 tahun 2016.
“Pemilu dan Pilkada serentak pada 2024 mendatang, memiliki tantangan tersendiri dibandingkan pada pemilu dan pilkada sebelumnya. Ada dua pesta demokrasi yakni Pemilu 2024 yang akan memilih presiden dan wapres, DPR, DPD, DPRD dan Pilkada serentak yang akan memilih Gubernur, Bupati dan juga Walikota,” ujarnya.
Kompleksnya dua kegiatan besar dalam waktu berdekatan itu, dia lihat harus dipersiapkan secara total. Tak hanya dari petugas intern Bawaslu sendiri namun harus juga melibatkan masyarakat, seperti mahasiswa, LSM hingga media. Makanya Bawaslu Sumsel menggelar kegiatan Sekolah Kader Pengawas Partisipatif (SKPP) Tingkat Dasar hingga tingkat Menengah 2021.
“Semakin banyak yang ikut sekolah kader akan semakin baik kualitas demokrasi dan kualitas penyelenggaran pemilu serta pemilihan,” jelas Iin.
Apalagi khusus Pilkada di Sumsel, terdapat 10 kepala daerah, baik Bupati dan Walikota hingga Gubernur akan habis masa jabatannya, yakni dari Musi Banyuasin, apalagi yang masa jabatannya akan berakhir pada tahun 2022 seperti Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), Palembang, Banyuasin, Lubuk Linggau, Empat Lawang, Pagar Alam, Lahat, Muara Enim, dan Prabumulih, kecuali Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) yang masa jabatannya berakhir pada Januari 2024.
“Artinya memang sangat dibutuhkan pengawasan ekstra hingga tingkat daerah, makanya kami merekrut pengkaderan yang sudah dimulai sejak 2018, lalu. Khusus pada periode ini, sudah dilakukan kaderisasi 200 peserta yang akhirnya dikerucutkan menjadi 30 orang,” tukasnya. (Why).