Kisah Perjuangan Tatang Asal Ciamis Sembuh dari Tuberkulosis

INDODAILY.CO, CIAMIS — Pria asal Kabupaten Ciamis, Tatang Mulyana (43) menjadi bukti bahwa penyakit menular tuberkulosis (TBC) dapat disembuhkan. Dengan cara tidak bosan, capai, dan lelah untuk meminum obat secara rutin setiap hari.

Ditemui Health Indodaily.co di rumahnya yang terletak di Desa Jelat, Kecamatan Baregbeg, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, pada hari Kamis (20 oktober 2022). Tatang menceritakan bagaimana dirinya berjuang melawan penyakit TBC resistan obat (RO) tingkat Multi Drug Resistant (MDR) hingga sembuh 100 persen.

Untuk menafkahi keluarganya, Tatang berprofesi sebagai tengkulak / tukang jual beli ikan, setiap hari dirinya harus bergelut dengan dinginnya air. Tidak mengenal siang ataupun malam, Tatang selalu turun ke kolam ikan.

Pada tahun 2018, Tatang mulai merasakan gejala TBC, yaitu batuk terus menerus dan sulit disembuhkan. Akan tetapi dirinya tidak mengetahui kalau itu adalah gejala TBC dan menganggapnya hanya batuk biasa. Semakin lama gejala lain mulai terasa, seperti sering kesemutan, berkeringat di malam hari dan gampang kelelahan.

Setalah satu tahun berlalu, batuk tak kunjung sembuh dengan berbagai obat dari dokter, warung maupun obat tradisional lainnya. Batuk yang berkepanjangan, membuat Tatang berinisiatif untuk cek lab penyakitnya ke dokter umum.

Bacaan Lainnya

Sungguh mengejutkan bagi Tatang saat keluar hasil tes penyakitnya bahwa dirinya didiagnosis TBC RO tingkat Multi Drug Resistant (MDR). Dokter umum langsung merujuk Tatang ke Puskesmas terdekat, yaitu Puskesmas Baregbeg untuk melakukan pengobatan.

TBC MDR merupakan tuberkulosis yang sudah kebal terhadap obat-obatan. Artinya, pasien tak lagi bisa menerima obat-obatan yang seharusnya ampuh membunuh kuman tuberkulosis. TBC jenis ini terjadi karena penggunaan obat sebelumnya tidak sesuai dengan ketentuan. Akibatnya, penderita TBC MDR mesti mengalami perawatan lebih intens dalam kurun waktu yang lama.

Tatang pun tak memungkiri hatinya sempat hancur berkeping-keping tatkala dokter mendiagnosis TBC. Yang terbesit di pikirannya saat itu, bagaimana caranya dia bisa bekerja agar dapat membiayai kebutuhan keluarganya. Bagaimana tidak? Saat itu Tatang memiliki dua orang anak yang masih sekolah.

“Yang saya pikirkan waktu itu, bagaimana saya menyekolahkan anak-anak kalau keadaan penyakit saya seperti itu,” ucap Tatang.

Tatang mengatakan waktu didiagnosa TBC, anak pertamanya sekolah di tingkat SMA, dan yang kedua masih SMP. Tentu saja ia memerlukan biaya sekolah anak-anaknya yang cukup lumayan.

Oleh Puskesmas Baregbeg, Tatang kemudian dibantu dan dirujuk untuk pengobatan ke Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

Menjalani pengobatan selama satu tahun, tak membuat tekad Tatang untuk sembuh itu berkurang. Walaupun setiap hari Dia harus bergelut dengan obat-obatan yang lumayan banyak, tekadnya yang bulat, tak sehari pun ia lewati untuk meminum obat.

Beruntung Tatang selalu diberikan dukungan dan motivasi untuk sembuh oleh Arif sebagai Pengelola Program TBC Puskesmas Baregbeg.

Beberapa bulan berlalu, Tatang sempat mulai merasa bosan dengan kondisinya yang terus menerus harus konsumsi obat setiap hari, tetapi dia terus berjuang dan membuang rasa bosannya itu.

“Jadwal minum obat itu biasanya jam delapan pagi, jadi setiap kali melihat jam dinding yang menunjukan pukul tujuh pagi, saya langsung mual-mual membayangkan harus minum obat sebentar lagi,” ungkapnya.

Tatang tidak pernah meminum obat di rumah, setiap hari dia selalu datang ke puskesmas untuk minum obat, agar disaksikan langsung oleh petugas. Berangkat ke puskesmas tentu diantar saudaranya, karena kalau dia sendiri akan berbahaya, sebab efek samping dari obat bisa mengakibatkan lemas bahkan halusinasi.

“Bukan satu atau dua obat, tetapi jumlahnya 14 butir obat yang harus saya telan sekali minum,” ujarnya.

Selain itu, pada saat pengobatan berlangsung selama satu tahun, Tatang berhenti total bekerja karena sudah tak sanggup dengan kondisinya. Lalu untuk kebutuhan keluarganya, kadang Dia meminta bantuan kepada ibunya. Seperti beras dan lainnya.

“Saya tidak menyerah, karena sebagai kepala rumah tangga yang harus menafkahi keluarga, hingga akhirnya saya mendapat kabar dari dokter kalau saya sudah sembuh dan negatif TBC,” paparnya.

“Alhamdulilah sekarang sudah sembuh 100 persen, dan anak pun sudah bertambah satu, jadi sekarang anak saya sudah tiga,” tandasnya.

Pos terkait