INDODAILY.CO, JAKARTA — Ratusan masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel) bersama Aliansi Mahasiswa Pemerhati Hukum Indonesia (AMPHI), geruduk dan menggelar aksi unjuk rasa (Unras), di depan Gedung DPR RI Jakarta, pada Rabu (07/06/2023).
Kedatangan massa aksi tersebut, meminta pihak anggota DPR RI untuk segera menyelesaikan persoalan tapal batas wilayah Kabupaten Muba dan Musi Rawas Utara (Muratara), akibat munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 76 Tahun 2014, yang membuat rakyat Muba terutama masyarakat desa Sako Suban, Kecamatan Batanghari Leko kehilangan harapan hidup lebih layak.
Dalam aksinya, para pendemo dan warga berulang ulang menyuarakan bahwa Permendagri Nomor 76 Tahun 2014 adalah Permendagri “siluman”, yang terbit dalam waktu 4 bulan tanpa melalui dengar pendapat dengan warga dan pemerintah Kabupaten Muba.
Pasalnya Permendagri itu bertentangan dengan isi Permendagri sebelumnya, Nomor 50 Tahun 2014 tentang Batas Daerah Kabupaten Muba dan Muratara. Dengan judul perubahan terhadap Permendagri No 50. Permendagri No 76 telah menghilangkan areal Muba seluas 12 ribu hektar dan berpindah ke wilayah atau menjadi wilayah Muratara.
Selain kehilangan harapan menjadi petani sawit melalui plasma, timbul masalah keributan antara warga dengan pihak perusahaan. Warga yang tanahnya kena caplok pun sering dipanggil pihak kepolisian dengan tuduhan berusaha di lahan perusahaan. Bahkan keributan dengan warga daerah Muratara pun terjadi. Sehingga menimbulkan konflik soal tapal batas.
Harapan untuk meningkatkan perekonomian keluarga pun sirna. Mimpi memiliki lahan sawit melalui plasma dan mendapatkan penghasilan tetap setiap bulan langsung pupus akibat Permendagri No 76 yang sangat menguntungkan perusahaan batubara tersebut.
Selain masalah itu, setiap pemilihan umum timbul permasalahan mata pilih apakah mereka memilih di Muba atau Muratara. Timbul pemilih ganda.
Koordinator Aksi, Dody yang juga lawyer warga Desa Sako Suban mengatakan, bahwa kasus ini sudah bergulir lama sejak Permendagri tersebut muncul, sudah diupayakan untuk dibatalkan. Pasalnya, Permendagri itu isinya jelas sangat merugikan rakyat Muba.
“Bukan soal petani plasma tetapi juga soal rakyat Muba kehilangan sumber daya alam yang kini diolah perusahaan yang jelas membuat untung perusahaan itu sendiri,” ujar Dody kepada indodaily.co
Dody menjabarkan, bahwa untuk menentukan wilayah Musi Rawas Utara yang dimekarkan dari Kabupaten Musi Rawas telah berdasarkan pada Permendagri No 76 Tahun 2012 tentang Pedoman Penegasan Batas Daerah dan juga memperhatikan Permendagri Nomor 13 Tahun 2014, tentang batas daerah wilayah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Musi Rawas.
Batas wilayah Kabupaten Musi Rawas Utara pun telah ditetapkan melalui kesepakatan kesepakatan, yang difasilitasi oleh Mendagri dan disetujui 3 Gubernur yakni Gubernur Sumsel, Jambi dan Bengkulu.
Bupati Sarolangun, Lebong, dan sudah diatur dalam UU Nomor 16 Tahun 2013 tentang Pembentukan Kabupaten Muratara lengkap dengan titik koordinator, pilar batas utama (PBU) serta peta daerah Kabupaten Muratara dan ditegaskan pula dengan Permendagri nomor 50 tahun 2014 tentang Batas Daerah Kabupaten Muba dengan Kabupaten Muratara lengkap dengan titik koordinasi, pilar batas utama dan peta batas daerah.
“Ternyata 4 bulan setelah itu, muncul Permendagri yang isinya justru terjadi Pencaplokan wilayah yakni Permendagri No 76. Untuk menentukan batas wilayah Muratara saat menjadi Kabupaten berlangsung berbulan bulan dan sangat lama tetapi dalam waktu 4 bulan timbul perubahan tanpa adanya pembahasan dengan pihak Kabupaten Muba,” tegasnya.
Artinya, oknum di Kemendagri telah merubah isi Permendagri No 50 tanpa adanya persetujuan Pemerintah Kabupaten Muba.
Setelah berdemo hampir 4 jam, utusan para pendemo yakni H Rabik yang juga anggota DPRD MUBA, Kades Sako Suban, Karnadi, Lawyer warga Dody dan perwakilan lainnya diterima anggota Komisi II DPR RI, Ibnu Choldun.
Jelas patut dipertanyakan ada kepentingan apa dibalik terbitnya Permendagri nomor 76 yang hanya menguntungkan perusahaan batubara tetapi merugikan rakyat Suban Sako dan rakyat Muba akan hasil alam dan hasil bumi yang kini beralih ke kabupaten Muratara.
Timbulnya Permendagri No 76 itu dilakukan oleh oknum. Oknum dengan hanya mendengar usulan pihak kabupaten Muratara tanpa melibatkan pemerintahan kabupaten Muba dan artinya sepihak.
Dalam pertemuan tersebut perwakilan warga Muba ini meminta komisi II melakukan rapat dengar pendapat dengan Kemendagri, Kementerian Tata Ruang/BPN dan pihak terkait lainnya agar diperoleh kejelasan bagaimana Permendagri nomor 76 itu bisa terbit secara sepihak tanpa melibatkan Kabupaten Muba dan warga pun meminta jika Permendagri itu dicabut
Utusan warga Muba pun menunjukan peta peta dan menyerahkan bukti bukti agar dipelajari pihak Komisi II. Ibnu Choldun pun kemudian meminta para utusan warga melengkapi surat pengaduan yang diperbaharui sehingga secepatnya akan dilakukan acara dengar pendapat pun segera terjadi.
“Kita juga tidak mau persoalan tapal batas ini terus menerus menimbulkan konflik baik secara sosial, hukum dan politik. Kita akan membahasnya dan memeriksa sejelas jelasnya permasalah ini,” tandasnya.