INDODAILY.CO, PALEMBANG – Setoran pajak dari beberapa pengusaha restoran langsung melejit signifikan, menyusul hasil uji sampling yang dilakukan oleh Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Kota Palembang, selama tujuh hingga 14 hari.
Pemilik restoran yang biasa rata-rata membayar pajak jenis ppn dikisaran Rp1,3 juta kini naik menjadi Rp24 juta perbulan. Bahkan ada yang biasa bayar Rp12 hingga 13an juta, kini wajib setor Rp34 juta perbulan.
Hal itu, diketahui setelah BPPD melakukan uji sampling langsung di lapangan. Petugas BPPD Kota Palembang bersama tim kepolisian, Kejaksaan, Kodim 014 dan perangkat Camat setempat, mendatangi restoran untuk melihat langsung situasi dan transaksi jual beli konsumen. Pengecekan langsung di lapangan bahkan dilakukan selama seminggu atau hingga dua minggu.
“Kita turun langsung, melihat langsung dan duduk di tempat usaha itu, paling lambat tujuh hari bahkan dua minggu. Dari situ keliatan berapa transaksi rata-ratanya,” kata Kepala BPPD Kota Palembang, Herly Kurniawan kepada Indodaily.co, di ruang kerjanya, Senin (13/12/2021).
Hasilnya, kata Herly, justru sangat mencengangkan. Dia melihat banyak usaha yang tidak melaporkan pendapatannya secara proporsional. Padahal, pajak yang dibebankan usaha tersebut justru sudah dibayarkan oleh para konsumen mereka.
“Saat transaksi, restoran sudah membebankan pajak ppn 10 persen dari total belanja konsumen. Dan itu sudah dibayarkan konsumen. Seharusnya pemilik usaha menyetorkannya ke kas pemda, kalau tidak itu kan namanya penggelapan. Makanya hasil uji sampling inilah yang kita berikan ke pemilik usaha,” urai Herly.
Jika pemilik usaha, kata dia, tidak mau menerima hasil uji sampling yang dilakukan tim BPPD, maka pihaknya melihat itu sebagai upaya penggelapan pajak dan bentuk kejahatan pidana yang dikoordonasikan bersama tim kepolisian.
“Langkah tegas ini yang kita terapkan. Jika hasil uji sampling ditolak oleh pemilik usaha, maka kita serahkan kepada pihak kepolisian dan Kejaksaan. Tapi tentu saja, kita juga akan periksa secara detail bagaimana pengelolaan transaksi mereka lebih mendalam lagi, ” katanya.
Penerapan pola itu, diakui Herly, membuat lonjakan yang sangat besar untuk raihan pajak sektor usaha Restoran, Hotel dan tempat hiburan lainnya.
Menurutnya, pihaknya juga menggarisbawahi stigma yang berlaku pada pengusaha yang menganggap bahwa setoran pajak mengurangi keuntungan. Pola pikir tersebut justru salah, karena pajak ppn itu memang hak pemerintah karena sudah dibayarkan oleh konsumen, dan tidak masuk untuk anggaran biaya produksi restoran dan hotel.
“Perlu diingat bahwa fungsi pengusaha atau pemilik restoran itu hanya sebagai pemungut pajak saja. Konsumen merekalah yang wajib pajak (WP). Selaku pemungut pajak seharusnya uang setoran pajak konsumen yang mereka himpun, kembalikan ke pemerintah untuk pembangunan daerah. Kalau tidak disetor apalagi membohongi omzet, itu sama saja penggelapan. Jelas ini adalah perbuatan pidana yang sanksi hukumnya sangat jelas,” ungkapnya.
Pola uji sampling juga akan dilakukan secara berkesinambungan sehingga pihaknya bisa mendapatkan besaran nilai pajak yang benar-benar nyata dan sesuai di lapangan.
“Ini bukti keseriusan kami untuk mengejar optimalisasi raihan pendapatan pajak daerah secara maksimal,” katanya.
Kegiatan uji Sampling, lanjut dia, tak hanya untuk sektor restoran, Hotel dan pusat hiburan saja namun juga berlaku untuk 10 sektor pajak lainnya, seperti pajak parkir dan lainnya.
“Karena target kita, pada tahun 2022 mendatang, mengejar optimalisasi pajak di atas Rp1 trilliun. Kalau tahun ini kan tinggal beberapa minggu lagi, apalagi saya baru menempati jabatan ini baru dua bulan,” tuturnya.
Sementara, terkait capaian pajak hingga kini baru 73 persen dari target akhir. Jumlah itu sudah melebihi dari raihan pajak sebelum masa covid 19. Dia optimis pada tahun depan, raihan target pajak bisa di atas Rp1 triliun bahkan lebih lantaran kondisi ekonomi berangsur pulih dan geliat sektor usaha sudah berangsur membaik.
“Kita memang melakukan perubahan dari sisi internal dan eksternal. Jadi laporkan pada saya jika ada staf BPPD main mata dengan para WP dan pemilik usaha, langsung kami tindaklanjuti karena kita sedang menerapkan pola kerja dengan budaya bersih, sehat dan bertanggung jawab dalam segala hal baik itu pengelolaan pajak yang sebenar-benarnya agar optimalisasi pajak bisa tercapai, tidak ada negoisasi lagi soal ini,” tandasnya.