INDODAILY.CO, PALEMBANG – Tim Pengacara Eddy Hermanto Cs, terdakwa kasus dugaan korupsi Masjid Sriwijaya langsung bereaksi keras, menanggapi tuntutan 19 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dibacakan dalam agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor, Palembang, Jumat (29/10/2021).
Selain tidak berdasar pada fakta hukum, itu disebut Nurmala sebagai tuntutan tersadis sepanjang penanganan kasus korupsi di Sumsel.
“Sadis, tidak berdasarkan dan sangat tidak adil,” ujar koordinator tim pengacara Eddy Hermanto Cs, Dr (c) Nurmala SH, MH.
Tim pembela beranggotakan
M Yusni, Fitrisia, Madinah, Megawati prabowo, Eka Novianti, Rini, Dinda dan lainnya mengaku, tidak mengerti dasar hukum pengambilan keputusan tersebut oleh JPU. Karena sepanjang fakta selama persidangan tidak satu pun bukti yang menyatakan pelanggaran yang dilakukan kliennya.
Mengacu pada Undang-undang, sebut Nurmala, jelas tidak ada kerugian negara karena dana sebesar Rp 960an juta sudah dikembalikan oleh PT Brantas.
Lalu disinggung adanya total loss, menurutnya loss seperti apa karena jelas bangunan fisik mesjid Sriwijaya itu ada dan hingga kini masih kokoh berdiri. Lalu disebutkan ada kesalahan prosedur saat proses hibah, menurutnya, kesalahan seperti apa karena pada fakta persidangan dipaparkan bahwa tanah tersebut adalah benar milik Pemerintah Provinsi Sumsel yang jelas menjadi aset Pemprov Sumsel.
“Lalu dasarnya hukumnya apa hingga JPU mengambil keputusan itu. Kami punya rekaman full sidang dan saya pastikan tidak ada satupun yang mengatakan negara dirugikan Rp 116 miliar, dari semua saksi yang dihadirkan termasuk keterangan saksi ahli,” tegas Nurmala.
Dalam amar tuntutan juga disebutkan bahwa negara dirugikan, sekali lagi, Nurmala dengan tegas membantah. Selain tidak didukung fakta pokok berupa bukti yang kuat selama proses persidangan, dasar penghitungan indikasi kerugian negara juga tidak berdasar karena yang bisa menghitung kerugian negara itu hanya lembaga berwenang seperti BPKP, Inspektorat, BPK dan tim Panwas jika berada di daerah. Empat lembaga itu bahkan secara jelas sudah disebutkan oleh tim ahli dari JPU sendiri.
“Kalau sampai pihak universitas mendiclear bahwa ada kerugian negara, lalu bagaimana dasar JPU melihat itu, justru kami mempertanyakan bagaimana wewenang pihak universitas itu,” urai Nurmala.
Nurmala juga membandingkan, beberapa kasus besar, seperti dugaan korupsi di lingkungan Pertamina dengan kerugian negara hampir 600an miliar tuntutan hingga putusan juga tidak sebesar seperti dialami kliennya, hanya dituntut berapa tahun. Lalu ada kasus lagi, seperti kasus korupsi Djoko Chandra dengan kerugian negara hampir Rp 913 miliar, hanya diputus 3,5 tahun, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 4,5 tahun.
“Itu jelas ada bukti penguat kerugian negara yang besar. Makanya sampai sekarang kami belum paham apa dasar JPU mengambil keputusan tersbut, bahkan boleh dibilang ini paling sadis di Sumsel bahkan di Indonesia,” ucapnya.
Atas tuntutan tersebut, Nurmala berharap majelis hakim bisa memberikan keputusan yang seadil-adilnya sesuai dengan hukum yang berlaku, karena secara jelas selama persidangan, tidak ada satu pun kesaksian atau bukti apapun yang mengindikasikan bahwa klienyan bersalah.
Menurutnya, pihaknya pun tetap akan all out membuktikan dan memaparkan semua fakta agar kliennya bisa bebas dan lepas dari jeratan hukum.
“Kami optimis klien kami bisa lepas dari tuntutan karena memang belum ada bukti penguat bahwa klien kami bersalah,” jelasnya.
Lalu bagaimana jika amar keputusan nanti tidak berubah, Nurmala mengaku tetap akan berjuang keras, termasuk melakukan upaya banding hingga tingkat kasasi demi kebenaran hukum.
Bagaimana kondisi Eddy Hermanto saat ini, sebagai manusia biasa, jelas kliennya sangat shock. Tapi tetap, pak Eddy menyerahkan semuanya kepada Allah.
“Karena masih ada langit diatas langit. Ini advis yang selalu saya berikan untuk klien saya, bahwa jika kita benar, biarlah nanti allah yang akan membuka mata hati para majelis hakim agar memberikan keputusan seadil-adilnya dan tidak mengotori hukum atas dalih apapun. Dan Pak Eddy sangat percaya itu,” tukasnya. (Why).