INDODAILY.CO, PALEMBANG – Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Palembang, kembali mengelar sidang terhadap dua terdakwa yakni Junaidi dan Ruslan yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi pekerjaan konstruksi penimbunan bangunan dan pembuatan turap pada sungai Rumah Sakit (RS) Kusta Dr. Rivai Abdullah tahun anggaran 2017, dengan agenda mengajukan eksepsi, Selasa (2/11/2021).
Dalam persidangan yang di pimpin oleh Ketua Majelis Hakim, Sahlan Efendi SH MH, dan Jaksa Penuntun Umum (JPU) Kejati Sumsel. Berseta para terdakwa yang bersidang secara virtual.
Kedua Penasehat Hukum (PH) secara bergantian membacakan eksepsi di persidangan, yang mana menurut masing-masing PH terhadap Klienya, merasa keberatan atas dakwaan JPU yang diberikan kepada kepada kedua terdakwa.
Usai mendengarkan pembacaan eksepsi yang dibacakan oleh kedua PH para terdakwa. Majelis hakim menunda jalannya persidangan pekan depan dengan agenda tanggapan eksepsi dari JPU.
PH terdakwa Junaidi ST, Agustina Novianti SH MH mengatakan yang menjadi point keberatan itu bahwa dakwaan jaksa itu kabur tidak jelas, karena didakwaan jaksa itu ada kerugian negara sebesar Rp3,1 miliar lebih.
“Sedangkan di dakwaan jaksa lain LHP BPK RI bahwa kerugian Rp5 miliar lebih. Sedangkan didakwaan jaksa dia menjelaskan kerugian negara Rp4,8 miliar, di point lain jaksa mendakwa klien kami terdakwa 2 Junaidi ST telah memperkaya diri, dengan nilai Rp3,1 miliar. Ditambah untuk Anwar sebesar Rp10 juta. Kalau ditotalkan itu Rp3,1 miliar plus 600 sekian. Jadi pertanyaan kami yang mana acuan kerugian negara, karena berbeda-beda semua nominalnya,” ujar Agustina.
Agustina menyebut bahwa pihaknya menganggap ini perbuatan perdata, terbukti sebelum perkara ini di P21 jaksa penuntut umum.
“Kami sudah mengajukan gugatan perdata di Pengadilan Negeri Pangkalan Balai, dengan menggugat terdakwa 2 dan KPA. Bahwa kami tidak diberi perpanjangan waktu, yang seharusnya memang diberikan kepada kami dengan denda 5 persen, tapi itu tidak diberikan mengakibatkan pekerjaan tidak selesai. Tidak selesai karena disetop tidak diberi perpanjangan waktu,” ucapnya.
Terkait hibah, setelah disetop pihaknya diberi perpanjangan waktu 5 hari kami selesaikan pekerjaan sekitar 9,2 persen bila dinominalkan Rp1,1 miliar lebih.
“Cuma itu tidak dibayarkan negara ke kami, malah terdakwa 1 meminta kami agar menghibahkan pada negara dan ada surat hibahnya,” ungkapnya.
Satu lagi pihaknya merasa binggung, bahwa BPK itu menerangkan 2 LHP, 1 di tahun 2018 setelah terima pekerjaan tidak ada kerugian negara, setelah 2 tahun ada lagi LHP BPK tahun 2021 menyatakan kerugian negara, salah satunya adalah volume pasir.
“Secara logika, volume pasir yang sudah kami timbun, karena tidak ditahan jadi otomatis berkurang. Tapi walau pun pasir itu dianggap berkurang tapi ada kelebihan. Dari pembelian kami dari tiang pancang beton, ada nota pembelian asli Rp6,5 miliar. Sedangkan negara hanya membayar kami Rp4,8 miliar, jadi klien kami merugi dan klien kami menguntungkan negara,” terangnya.
Agustina menjabarkan, bahwa tidak tepat kalau seorang anak bangsa, memberikan prestasi kepada negara dengan modal pribadinya dianggap merugikan negara. Keuntungan diberikan Rp1,1 miliar lebih, kelebihan yang di sumbangkan ke negara, tetapi sekarang negara membuat pihaknya menjadi seorang pesakitan. Ada 4 point keberatannya.
Sementara PH terdakwa Ruslan, Lisa Merida SH MH mengatakan dakwaan kabur, karena tidak cermat dan jelas dalam perhitungan negara. Disebut Rp4,8 miliar, terdakwa 2 merugikan negara 3 miliar lebih. Saat dijumlahkan tidak sampai Rp4,8 miliar jadi kabur.
“Justru untuk disini, karena setelah pekerjaan habis waktu 31 Desember 2017, terdakwa 2 minta perpanjangan waktu, karena tidak tersedianya dana untuk tahun berikutnya jadi pekerjaan tidak bisa dilanjutkan,” beber Lisa Merida.
PT Palcon Indonesia 100 persen 12,3 miliar itu tidak benar, bahwa kliennya cuma membayar sebesar prestasi pekerjaan, fisik pekerjaan 47,3 persen. Terus ada lagi sisa pembayaran kepada kontraktor pengawas Rp98 juta dikembalikan ke negara. Lalu, sisa kontraktor perencana dibagikan ke negara.
Diketahui, dalam perkara ini juga asuransi Rp638 juta dikembalikan ke negara. Artinya negara diuntungkan, ditambah lagi ada kelebihan pekerjaan, sekitar Rp1,1 miliar.
“Terkait gugatan perdata terhadap terdakwa 2, uangnya sudah dipasang di bangunan, kita dikatakan one prestasi kita tidak terima, kami keberatan kalau one prestasi,” katanya.
Menurutnya, diberitahukan bahwa proyek tersebut bersumber dari APBN tahun anggaran 2017 dengan nilai pagu sebesar kurang lebih Rp12 miliar.
“Akibat dugaan tindak pidana korupsi, pembangunannya hingga saat ini belum selesai sehingga negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp4 miliar lebih,” tukasnya.(Hsyah).