INDODAILY.CO, CIAMIS – Keterbatasan usia bukan kendala bagi Enceng, di usia yang renta dia tetap semangat berjalan kaki menyusuri Kota Ciamis berjualan gula aren demi menghasilkan rupiah. Pria berusia 70 tahun asal Kampung Batu Kuya RT 05/05 Desa Loasari, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat (Jabar) ini menghidupi keluarga dari berjualan gula aren.
Gula Aren merupakan jenis gula tradisional yang sudah ada sejak dulu. Gula ini dibuat dari bahan baku air lahang (bahasa sunda) atau air nira yang diperoleh dari pohon kawung (bahasa sunda) atau enau dan proses pengolahannya dibuat secara tradisional.
Di tengah teriknya sinar matahari di siang hari. Namun, Enceng tetap kuat berjalan sembari menjinjing tas berisikan gula aren. Sesekali ia beristirahat duduk di bawah naungan pohon besar pinggir jalan raya.
Di bawah pohon besar yang masih saja ditembus sengatan matahari, dia duduk termangu dan mengusap peluh yang mengucur dari sela-sela peci yang dikenakan di kepalanya. Dia menatap beberapa bungkusan gula yang kemudian ditawarkan ke beberapa orang yang berjalan di atas trotoar.
“Mangga pak bilih bade meser gula kawung na, (Silahkan pak kalau mau beli gula arennya),” ucap Enceng menawarkan jualannya.
Setiap hari Enceng membawa 60 bungkus gula aren dari Pamarican ke Ciamis dengan harga Rp25.000 perbungkus. Dari satu bungkus Dia mendapatkan upah Rp2.000.
“Dari tempat produksi satu bungkus harganya Rp23.000, sama saya dijual Rp25.000. Saya tidak mengambil banyak, hanya Rp2.000 untuk saya sudah cukup,” kata Enceng kepada Indodaily.co, Kamis (27/1/2022).
Menurut Enceng, karena jarak yang jauh dari Pamarican menuju Ciamis, Enceng harus merogoh kocek sebesar Rp30.000 setiap hari untuk biaya transportasinya. Sekali jalan ongkos angkutan umum sebesar Rp15.000 jadi untuk pulang pergi (PP) sebesar Rp30.000. Sesampainya di Ciamis kemudian dia keliling berjalan kaki ke Kantor-kantor dan pinggir jalan.
“Jika 60 bungkus habis, saya dapat upah Rp120.000, dipotong ongkos pulang pergi Rp30.000 dan jajan Rp10.000. Alhamdulilah, ke rumah bisa bawa pulang hasil jualan Rp80.000,” paparnya.
Enceng hidup berdua dengan istrinya, dia memiliki 4 orang anak namun sudah pada menikah, jadi tak lagi tinggal serumah dengan anak-anaknya. Di hari tua mendapatkan penghasilan seperti itu sangat besar bagi Enceng dan istrinya, karena sudah tidak punya tanggungan yang lain.
Dia berjualan di Ciamis sudah hampir 4 tahun, karena sebelumnya Dia berjualan di Kota Banjar. Usahanya ini ternyata dirintisnya sejak tahun 1968. Saat itu ia baru keluar dari bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Yang jadi perbedaan, dulu itu Babalantikan (bahasa sunda) atau berniaga. Membeli dari para petani gula, sekarang alhamdulilah yang produksi cucu sendiri di daerah Cikupa Banjaranyar,” tandasnya.