INDODAILY.CO, CIAMIS – Gagal panen dan kurangnya produktifitas pertanian di Wilayah Tangkeban, Desa Purwadadi, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat Diduga akibat berdirinya bangunan UPTD Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Menurut salah seorang petani wilayah Tangkeban, Kosod mengatakan, setelah sekitar 10 tahun yang lalu perairan di wilayahnya sangat baik, namun berbanding terbalik ketika PDAM berdiri, sistem pengairan untuk area pesawahan di wilayah tersebut jadi sulit.
“Saat perizinan pendirian PDAM disini, masyarakat sekitar tidak merasa menandatangani persetujuan, tetapi bisa dibangun seolah ada manipulasi data tanda tangan dalam istilah di sini dikede (bahasa sunda),” ucapnya Rabu (6/4/2022).
Selanjutnya kata Dia, ketika PDAM dibangun, pengairan ke area pesawahan sangat terganggu. Kalau tidak menggunakan air dari sungai ciseel, masyarakat yang mayoritas petani di wilayah Tangkeban ini tidak bisa panen. Untuk mendapatkan pengairan dari Ciseel pun ada biaya yang harus ditangung yaitu setiap 100 bata area pesawahan, harus membayar 80 kg gabah padi kepada pemilik pompa air.
“Dulu tidak perlu ada biaya itu sebelum PDAM disini berdiri, Bahkan beberapa orang masyarakat sekitar 24 orang termasuk saya pernah mengadakan pertemuan dengan pihak PDAM terkait permasalahan ini tetapi sampai sekarang pun tidak ada realisasi apapun,” ungkapnya.
Dikatakan Dia, Limbah PDAM sangat berbahaya bagi tanaman padi, saat ini akibat limbah tersebut pertumbuhan tanaman padi sangat jelek dan berbeda jauh sebelum adanya PDAM.
“Sebaiknya kalaupun ada PDAM disini, Untuk pembuangan limbahnya bisa langsung ke ciseel atau ke citanduy, karena semenjak PDAM berdiri masyarakat mayoritas dan petani sangat dirugikan oleh limbah tersebut. Kita memohon agar segera mungkin pemerintahan desa (pemdes), PDAM dan Pemerintahan Kabupaten Ciamis untuk mencari solusi terbaik untuk petani disini, jangan sampai kami masyarakat di sini yang menjadi korban,” paparnya.
Senada, salah satu tokoh masyarakat dan juga petani di wilayah Tangkeban, Haji Basiman mengatakan, sebelum adanya PDAM, sistem pengairan sangat lancar dan baik, pertumbuhan tanaman padi pun sangat bagus, tetapi sekarang menjadi tidak bagus karena pendangkalan saluran sier akibat limbah PDAM tersebut.
“Dengan pendangkalan saluran sier menjadi air tidak bisa masuk ke area pesawahan dengan normal dan lancar, Sebaiknya PDAM mempunyai pembuangan limbah sendiri tanpa mengganggu kepentingan petani, baik itu ke sungai Ciseel ataupun ke Citanduy langsung,” jelasnya.
Keluhan terkait pembuangan limbah PDAM ini juga dirasakan oleh Sukiman, terutama pada masalah pengairan sawah, Ia mengatakan lumpur dari pembuangan limbah PDAM ini sudah mencapai 70 persen, untuk itu sangat merugikan para petani.
“Awalnya kami bahagia adanya PDAM di desa Purwadadi, soalnya tidak tau ada limbahnya., namun sekarang para petani mengeluh sebab limbah PDAM ini dibuang ke irigasi bahkan lumpurnya mencapai ketinggian 40 cm sekitar setinggi badan, jadi kami harus membeli air untuk mengairi sawah kami,” ucapnya.
Terpisah, Humas PDAM Tirta Galuh Ciamis Dadan di tempat kerjanya mengatakan, Sebetulnya untuk saat ini tidak ada permasalahan dan tidak ada keluhan dari masyarakat, Karena pada saat masyarakat datang ke kantor PDAM Purwadadi dulu menyampaikan hal yang sama, Telah dilakukan realisasi pembuatan kolam SDB untuk penampungan air.
“Kolam SDB merupakan salah satu hasil kesepakatan bersama untuk penanggulangan lumpur tersebut dan setiap musim panen atau 6 bulan sekali dilakukan pengerukan oleh warga kemudian dibayar oleh PDAM,” ucapnya.
Kata Dia, jika PDAM dianggap penyebab menurunnya hasil panen masyarakat itu harus dilakukan pengujian dulu, karena tidak ada kandungan apapun selain air dan lumpur.
“Bahkan area itu merupakan pertemuan dari 3 aliran sungai sehingga mungkin lumpur itu tidak semuanya dari PDAM tapi dari dua sungai yang lain,” tukasnya.