SUMSEL, INDODAILY.CO – Menatap bintang di atap langit, sembari tidur beralasakan tanah ditemani suara alam yang begitu syahdu, sudah cukup membuat Suku Anak Dalam (SAD) Batin Sembilan di Hutan Harapan bahagia.
Meskipun jauh dari hiruk pikuk perkotaan dan terisolasi dari moderenisasi zaman, para SAD Batin Sembilan tetap merasa nyaman hidup dan tinggal di dalam hutan dengan segala keterbatasan.
Hutan Harapan berada di perbatasan Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel) hingga Kabupaten Muaro Jambi Provinsi Jambi, di bawah tanggung jawab Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang memberi izin pengelolaannya ke PT Restorasi Ekosistem Indonesia (Reki) sejak tahun 2005.
Kawasan ini mewakili 20 persen luas hutan dataran rendah Sumatera yang tersisa, yang menjadi hutan restorasi ekosistem pertama di Indonesia. Di hutan inilah, 9 kepala keluarga (KK) SAD Batin Sembilan hidup nomaden atau berpindah-pindah.
Mereka tidak perlu pusing dengan pasokan makanan untuk sehari-hari. Berburu babi, rusa bahkan ikan-ikan di sungai, sudah membuat hidup mereka terasa lebih dari cukup.
Salah satu keluarga SAD Batin Sembilan yang masih mau berinteraksi dengan masyarakat luar yakni keluarga Mat Atam. Selama puluhan tahun. Mat Atam hidup dan tinggal di dalam hutan bersama saudaranya, menikah dengan pujaan hatinya dan kini memiliki 8 orang anak.
Masuknya PT Reki di Hutan Harapan, membuat kehidupan SAD Batin Sembilan semakin berwarna. Mereka bisa mendapatkan beras, gula, teh, mi, rokok, pakaian dan lainnya, dengan sistem barter dari hasil perburuan mereka, mulai dari getah jernang, getah damar, kabau (jengkol hitam) dan lainnya.
Terkadang mereka juga bisa barter hasil buruan dengan kebutuhan lainnya, dari para warga yang melintas di perbatasan Hutan Harapan. Kelestarian Hutan Harapan seolah menjadi nyawa bagi keberlangsungan hidup SAD Batin Sembilan.
Dengan sistem barter, mereka juga bisa mendapatkan terpal untuk rumah kayunya, kasur dan bantal untuk menikmati alas tidur yang empuk dan kain kelambu agar saat tidur lebih nyenyak tanpa gangguan nyamuk. Bahkan mereka juga sudah memakai radio dan ponsel hanya untuk mendengarkan dendangan musik dangdut.
Ketika daya baterai alat elektroniknya sudah melemah, mereka cukup datang ke posko PT Reki yang tak jauh dari tempat mereka bermukim, hanya untuk menumpang mengisi daya baterai.
Supervisor Komunikasi PT Reki Hospita Yulima Simanjuntak berujar, ada sekitar 229 KK SAD Batin Sembilan, baik yang nomaden maupun semi-nomaden yang masih bergantung hidup dari hasil hutan.
Kehidupan SAD Batin Sembilan nomaden jauh dari ancaman perambahan. Para suku asli di Hutan Harapan tersebut hidup aman dan sejahtera di dalam hutan. Bahkan sebagian SAD Batin Sembilan semi-nomaden masih menjalankan aktivitas nomaden, yakni mengumpulkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHB), khususnya getah damar dan mencari ikan.
“Untuk Batin Sembilan nomaden, kehidupan mereka sepenuhnya masih bergantung di dalam hutan. Sejauh ini tidak ada kendala apa pun bagi mereka dalam melakukan aktivitas, karena mereka juga menjaga kelestarian lingkungan hutan. Tim Hutan Harapan terus memantau aktivitas mereka,” katanya kepada Indodaily.co, Kamis (17/8/2023).
Ancaman Pembalakan Liar

Namun untuk kelompok Batin Sembilan semi-nomaden khususnya yang di wilayah Jambi, ancaman perambahan masih terjadi dan mengganggu ruang gerak SAD Batin Sembilan.
Guna menekan ancaman perambahan tersebut, PT REKI dan Batin Sembilan seminomaden ini membentuk kelompok masyarakat penjaga hutan yang biasa disebut Community Warden.
SAD Batin Sembilan semi-nomaden, turut berpartisipasi dalam patroli perlindungan Hutan Harapan, termasuk mencegah kelompok perambah masuk ke dalam kawasan hutan.
“Kelompok Batin Sembilan semi-nomaden saat ini sudah memiliki areal kelola yang ditanami dengan karet, pinang, tanaman MPTS serta HHBK damar,” katanya.
Didukung organisasi donatur, PT Reki memberikan pelatihan pengelolaan karet, pelatihan pengambilan damar, pembentukan dan pelatihan koperasi bagi Batin Sembilan, dan juga pelatihan pengembangan tanaman sereh wangi.
Hospita berkata, ancaman kebakaran hutan dan pembalakan liar memang masih masih terjadi. Untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), tim Hutan Harapan terus berkoordinasi dengan tim terpadu penanganan karhutla Sumsel dan Jambi, serta patroli rutin yang juga melibatkan Community Warden.
“Masyarakat di sekitar juga menyadari, pentingnya menjaga ekosistem di Hutan Harapan, seperti sumber air bersih dan tempat untuk mendapatkan HHBK,” katanya.
Dari website hutanharapan.id, PT Reki sudah mendapat izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), untuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) seluas 52.170 ha pada 2007 selama 100 tahun di Kabupaten Muba Sumsel. Lalu izin di tahun 2010 untuk areal seluas 46.385 hektare di Kabupaten Batanghari dan Sarolangun di Jambi selama 60 tahun.
Dari total konsesi yang dimilikinya, sekitar 24 ribuan hektare hutan masih mengalami degradasi. Sebagai kawasan hutan restorasi ekosistem, maka PT Reki wajib melakukan berbagai program pemulihan hutan. Seperti penanaman, perlindungan, pengamanan, pengayaan, dan menjadikan Hutan Harapan sebagai tempat pelepasliaran flora fauna serta pemberdayaan masyarakat.
Penjaga Hutan Harapan

Direktor Spora Institut yang juga pengamat lingkungan Yulian Junaidi mengungkapkan, Hutan Harapan adalah hutan basah di dataran rendah yang harus dijaga, terutama untuk keberlangsungan hidup SAD Batin Sembilan. Karena, hampir semua hutan sejenis itu sudah terancam punah di Indonesia.
Dengan menjaga alam di Hutan Harapan, akan ada warisan yang begitu luar biasa yang bisa diberikan ke generasi di masa datang. Yulia menyebutnya itu sebagai keadilan antar-generasi.
“Jangan sampai ada pembangunan yang mengatasnamakan konservasi, karena itu akan melanggar hak hidup mereka (SAD Batin Sembilan),” katanya.
Menurutnya, kehadiran SAD Batin Sembilan sangat berkontribusi menjaga alam di Hutan Harapan tetap asri. Dengan pengetahuan lokal mereka, hal itulah yang membuat mereka bisa menghargai alam dan tidak merusak lingkungan.
Suku Anak Dalam masih percaya jika pohon-pohon harus dilindungi, tidak boleh diganggu dan dihormati. Walau berkaitan dengan hal-hal mistis yang diturunkan dari kepercayaan nenek moyangnya, namun kepercayaan itulah membuat SAD Batin Sembilan tetap menjadi penjaga hutan yang tulus dan jauh dari keserakahan.
“Hal dasar menyangkut satu keyakinan bukan hal pragmatis, tapi sesuatu yang sakral dan secara tidak sadar membuat mereka bisa menjaga alamnya tetap asri,” katanya.
Diungkapkan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel Panji Tjahjanto, menjaga Hutan Harapan tetap seperti asalnya merupakan tanggung jawab bersama, termasuk Dishut Sumsel dan PT Reki sebagai pemegang izin pengelolaan.
Apalagi di Hutan Harapan masih ada SAD Batin Sembilan di perbatasan Sumsel-Jambi, PT Reki bertanggungjawab untuk memberikan pembinaan seperti mengajarkan baca tulis.
“Kita tetap berusaha melindungi hutan dengan berbagai cara, salah satunya bekerjasama dengan PT Reki. Dishut Sumsel juga selalu memantau tentang pelestarian alam di Hutan Harapan, seperti menurunkan petugas polisi hutan, patroli kebakaran dan lainnya ketika terjadi karhutla. Jika PT Reki memerlukan bantuan, kami bisa turun tangan, tapi hanya back up saja,” ujarnya. ***